Kewajiban Hukum Advokat Menjaga Kerahasiaan Klien


Salah satu poin penting dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah diakuinya status advokat sebagai penegak hukum yang dijamin UU, yang secara otomatis melekat hak imunitas (hak kekebalan hukum dalam menjalankan tugas) pada dirinya. Selain mengatur mengenai hak imunitas, UU Advokat juga mengatur mengenai hubungan klien serta kewajiban advokat dalam menjaga kerahasian yang dimiliki oleh klien.
Hubungan advokat dengan kliennya membawa kewajiban dalam menyimpan rahasia (confidentiality). Tugas pertama advokat adalah menyimpan rahasia klien. Kerahasiaan adalah yang utama dari hak profesi hukum dan sebaliknya informasi yang diakui berupa hak (privilege) untuk membela yang berasal dari klien. Keputusan untuk membuka rahasia tersebut kepada umum atau pengadilan merupakan hak klien dan bukan merupakan hak advokat.
Atas dasar kerahasiaan tersebut, klien menginginkan advokat menyimpan dokumen-dokumen dalam perkara di pengadilan dan quasi peradilan, dan tidak boleh diungkapkan kecuali atas kemauan dan perintah klien. Ketentuan Pasal 19 undang-undang No: 18 Tahun 2003 mengatur mengenai kewajiban advokat yang mewajibkan merahasiakan segala sesuatu yang dimiliki oleh kliennya. Pasal 19 UU Advokat menjelaskan sebagai berikut
1)      Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
2)      Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.
Selain itu, kewajiban dalam menyimpan rahasia jabatan juga telah diatur secara limitatif dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP, bahwa “Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka”.
Pasal 322 ayat (1) KUHP yang juga menjelaskan “Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah”.
Dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) juga mengatur mengenai kewajiban advokat dalam menjaga kerahasiaan kliennya. Pasal 4 huruf (h) KEAI: “Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu. Melihat pada ketentuan di tersebut, terlihat juga bahwa walaupun sudah menjadi “mantan klien”, advokat tetap berkewajiban untuk menyimpan hal-hal yang diberitahukan oleh kliennya setelah hubungan antara advokat dan klien itu berakhir.
Hubungan kerahasiaan advokat dan klien yang menimbulkan hak istimewa dalam melakukan pembelaan, kuasa hukum boleh bicara atau membela atas hal-hal atau isu dalam rangka pembelaan dan tanpa rasa takut akan disalahgunakan. Hak ini merupakan perlindungan hak hukum terhadap seseorang. Semua kerahasiaan klien harus dijaga dan tidak boleh diungkapkan kecuali atas persetujuan klien meskipun advokat tersebut sudah tidak menjadi kuasa hukumnya lagi.
Dengan bersaksi atas kliennya maka advokat tersebut telah melanggar nilai kepercayaan dan       kode etik yang seharusnya dipegang teguh. Mengungkap rahasia klien yang seakan-akan membantu penegakan hukum padahal fungsi Advokat bukan untuk itu merupakan tindakan penyimpangan dalam kode etik advokat. Fungsi advokat adalah membela kepentingan hukum klien dan kerahasiaan klien.

Apabila advokat dipanggil berkaitan dengan profesi advokat atau sumpah Jabatan advokat, baik diperiksa sebagai saksi di pihak kepolisian, kejaksaan bahkan pengadilan yang menyangkut kerahasiaan kliennya, maka Advokat dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Hal ini karena advokat wajib menjaga rahasia kliennya,