Menguji Efektivitas Terhadap Implementasi Holding BUMN Di Bidang Pertambangan Oleh: M. Indra Kusumayudha




Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini yaitu Kementerian Badan Usaha Milik Negara telah merancang dan merencanakan pembentukan holding badan usaha khusus untuk bidang pertambangan. Pembentukan holding di bidang pertambangan tersebut melibatkan tiga perusahaan tambang milik negara, yaitu: PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, PT. Timah (Persero) Tbk dan PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk, serta yang menjadi induk usaha (Parent Company) holding tersebut adalah PT. Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum.

Secara sektoral, wacana pembentukan induk usaha (Holding) BUMN tentunya berpotensi dalam memunculkan sejumlah dampak yang perlu diselesaikan bersama, dampak tersebut seperti perlunya pengaturan hukum serta kejelasan/kepastian hukum atas implementasi dari holding tersebut, status dan eksistensi pegawai/pekerja akibat dilakukannya holding, status mengenai kejelasan rezim perizinan dan legalitas dan yang paling perlu untuk diperhatikan adalah mengenai dampak pada status hukum BUMN terhadap aspek hukum persaingan usaha, dan aspek hukum pasar modal. Sementara itu untuk realisasi kebijakan holding BUMN ini harus memperjelas terlebih dahulu status hukum BUMN itu sendiri.

Memperjelas Status Hukum Dan Hakekat Tujuan Holding BUMN

Sebelum berbicara jauh mengenai Holding BUMN, maka terlebih dahulu penulis menjelaskan terkait dengan holding itu sendiri. Badan usaha milik negara (BUMN) adalah badan usaha yang dalam penyertaan modalnya dikuasai oleh negara dan kekayaan negara didalamnya dipisahkan dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Dalam berjalannya waktu BUMN dituntut untuk berbenah dan berkembang agar BUMN memiliki daya saing dan daya cipta yang tinggi. Biasanya dalam melakukan perubahan atau penyehatan kembali suatu perusahaan maka dilakukan tiga cara strategis, yaitu Restrukturisasi, Profitisasi, dan privatisasi. Namun kunci keberhasilan secara maksimal dapat diwujudkan dengan restrukturisasi dan salah satu pilihan metode restrukturisasi adalah dengan pembentukan holding company. Pembentukan holding pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yakni pertama, meningkatkan efisiensi dan Kedua, memperbesar tenaga perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha. 

Holding Company adalah suatu badan usaha yang sifat dan skalanya besar yang pada umumnya berbentuk koporasi/Perusahaan Terbatas (PT) yang menguasai sebagian besar saham dari bebebrapa perusahaan lainnya. Dengan adanya penguasaan saham-saham tersebut maka Holding Company dapat mengatur dan mengendalikan semua perusahaan yang telah dikuasainya, seperti Holding perusahaan PT. Sinar Mas, dan Holding yang terjadi pada BUMN semen Indonesia, yaitu Semen Padang, Semen Gresik dan Semen Tonasa.

Dalam melaksanakan holding BUMN yang notabennya merupakan perusahaan milik negara, maka yang pertama kali perlu dilakukan adalah menimbang aspek konstitusional perusahaan holding BUMN daripada memikirkan aspek komersial/profit dari keberadaan holding tersebut. Terdapat dua hal menurut penulis yang harus dan wajib dipenuhi secara hukum atas pelaksanaan holding BUMN, yaitu: Pertama, Harus memenuhi konsep dikuasai oleh negara dan Kedua, harus bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran bangsa dan rakyat Indonesia. Kedua hal tersebut haruslah dipenuhi jika tidak maka pelaksanaan holding BUMN akan mengalami problematika konstitusionalitas yang akan dihadapi. Hal ini sesuai dengan inti Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan perekonomian disusun berdasar azas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan bumi, air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Berdasarkan hal tersebut maka status hukum perlu untuk diperjelas, hal ini begitu penting karena status hukum menjadi hal yang begitu krusial dalam rangka kebijakan holding BUMN. Sebab ketika status hukum tidak jelas, maka aturan turunan yang berkaitan dengan holding BUMN ini bisa saja menjadi ikut tidak jelas. Kerumitan itu sebetulnya yang perlu diatasi, jangan sampai terjadi over regulated dan saling tumpang tindih aturan.

Telaah Kritis Atas Dampak Hukum Holding BUMN dan Perubahan Dari Status BUMN Persero ke Status BUMN Non-Persero

Pelaksanaan Holding BUMN di Bidang Pertambangan tentunya memiliki dampak tersendiri dalam hal pelaksanaannya. Hal ini terlihat dalam dilaksanakannya Rapat Umum pemegang saham (RUPS) pada akhir November 2017, dimana akan dibahas mengenai perubahan status empat BUMN tambang dari yang statusnya Persero menjadi Non-Persero. Keempat BUMN tersebut antara lain PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum. RUPS akan diselenggarakan pada akhir November 2017.

Dengan adanya perubahan status tersebut tentunya memiliki persoalan hukum yang perlu untuk kita pikirkan bersama, yaitu masalah pertama adalah dengan dihapusnya status persero pada tiga BUMN maka upaya intervensi, pengawasan pemerintah dan pengawasan DPR akan berkurang, hal ini tentunya bertentangan dengan UU No: 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Walaupun secara fakta pemerintah Indonesia mengklaim bahwa negara masih memiliki peran dalam pengawasannya, namun secara hukum hal tersebut jelas bahwa upaya tersebut tidak dapat terjadi secara langsung, hal ini dikarenakan kepemilikan saham Antam, Timah dan Bukit Asam akan berada di bawah INALUM lantaran status persero mereka telah dihapus.

Permasalahan selanjutnya adalah mengenai kontrol dan pengawasan masyarakat terhadap kinerja dan keuangan dari ketiga BUMN tersebut. Penulis memberikan contoh sebagai berikut: kita ketahui dalam pelaksanaan Penyertaan Modal Negara (PMN) atau suntikan modal kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang notabennya merupakan uang rakyat maka ketika berstatus persero maka dapat langsung diawasi oleh DPR dan rakyat, namun apabila status persero tersebut dihapus maka kita tidak dapat mengawasinya langsung seperti ketika masih dalam status persero. Bahkan parahnya lagi apabila INALUM mau menjual saham milik antam, timah ke pihak swasta atau pihak asing maka hal tersebut tidak harus mendapatkan izin dari DPR kalau status hukum persero mereka dihapus.

Selain itu yang perlu untuk diperhatikan adalah mengenai pertanggungjawaban holding BUMN tersebut apabila mengalami atau terkendala masalah. Dalam rencana pelaksanaan holding ini tentunya kita tidak tahu apakah akan menjadi baik, apakah menjadi tidak baik atau tidak terjadi perubahan apapun didalamnya. Kalau suatu hari holding tersebut tidak baik dan bermasalah maka siapa yang akan bertanggungjawab, apalagi kalau status persero sudah hilang. 


Apabila kita telaah bersama bahwa problematika pengendalian bisnis dengan model dan konstruksi yang tersentralisasi amat rentan terhadap perekonomian Nasional. Hal ini Jika terjadi kerugian pada perusahaan induk sebagai akibat krisis moneter atau kerugian bisnis pada umumnya misalnya, maka hal ini dapat dipastikan turut memengaruhi kondisi finansial anak perusahaan secara langsung ataupun tidak langsung, sehingga pada akhirnya akan memengaruhi kondisi finansial holding BUMN secara keseluruhan.

Hal terpenting yang perlu diantisipasi selain dari beberapa permasalahan diatas adalah mengenai persaingan usaha yang terjadi apabila Holding BUMN telah dilaksanakan. Berdasarkan UU No: 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka holding BUMN berpotensi dalam memunculkan Oligopoly, Pembagian wilayah, Trust, Integrase Vertical, pemilikan saham, serta penggabungan, peleburan dan pengambilalihan yang berpotensi melanggar UU Persaingan Usaha. Untuk menanggulangi hal ini maka pihak pemerintah perlu melakukan koordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha terkait aspek persaingan usaha.




Pengelolaan BUMN Jangan Disamakan Dengan Pengelolaan Korporasi Swasta


Penulis juga berpendapat dalam melakukan pengurusan dan pengelolaan BUMN haruslah dibedakan dengan pengelolaan korporasi swasta. Hal ini jangan disamakan karena dasar dari pengelolaan BUMN ini adalah pasal 33 UUD 1945. BUMN sebagai penopang perekonomian nasional haruslah diarahkan, dikendalikan dan dibuat pada tujuan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Oleh karena itu jangan sampai pembentukan Holding BUMN menghilangkan semangat Pasal 33 UUD 1945 dan mereduksi makna dan hakekatnya.

Dengan adanya Holding BUMN di bidang pertambangan ini tentunya rakyat Indonesia berharap bahwa BUMN kita di bidang pertambangan ini benar-benar bisa mensejahterakan rakyat, jangan sampai keuntungan dan kekayaan yang dihasilkan dari holding BUMN ini hanya dirasakan sebagian pihak dan hanya memperkaya golongan atau kroni tertentu.